Beranda | Artikel
Wanita Mencium Hajar Aswad Ketika Berdesak-desakan
Kamis, 13 Januari 2005

HUKUM WANITA MENCIUM HAJAR ASWAD KETIKA BERDESAK-DESAKAN

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Sebagian orang yang thawaf mendorong istrinya untuk mencium Hajar Aswad. Manakah yang utama, mencium Hajar Aswad ataukah menjauhi berdesak-desakan dengan laki-laki ?

Jawaban
Jika penanya melihat hal yang aneh tersebut maka saya melihat sesuatu yang lebih aneh lagi. Saya melihat orang yang berdiri sebelum salam dari shalat wajib karena ingin berjalan cepat untuk mencium Hajar Aswad. Maka batallah shalat wajib yang merupakan salah satu rukun Islam hanya karena ingin melakukan sesuatu yang tidak wajib dan juga tidak disyari’atkan kecuali jika dilakukan bersama thawaf. Demikian itu adalah karena kebodohan manusia yang sangat disayangkan ! Sebab mencium Hajar Aswad tidak sunnah kecuali dengan thawaf. Saya tidak mengetahui dalil yang mejelaskan bahwa mencium Hajar Aswad disunnahkan tanpa melakukan thawaf. Saya tidak tahu dan berharap kepada orang yang mempunyai ilmu yang berbeda dengan apa yang saya ketahui untuk menyampaikan kepada saya tentang itu, semoga Allah membalas kebaikan kepadanya. Sebab mencium Hajar Aswad adalah salah satu dari beberapa yang disunnahkan dalam thawaf. Kemudian di sunnahkan mencium Hajar Aswad adalah bila tidak mendatangkan mudharat bagi orang yang thawaf atau orang lain. Jika dalam mencium Hajar Aswad ada unsur bahaya bagi orang yang thawaf atau kepada lainnya maka kita pindah kepada tingkat kedua yang diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kita, yaitu agar seseorang mengusap Hajar Aswad dengan tangan lalu mencium tangannya.

Jika tingkatan ini juga tidak mungkin dilakukan melainkan mengganggu orang lain atau sulit, maka kita pindah pada tingkatan ketiga yang diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kita, yaitu dengan melambaikan tangan kepadanya dengan satu tangan, bukan dua tangan, yaitu dengan tangan kanan seraya mengisyaratkan kepadanya dan tidak mencium tangan setelah mengisyaratkan. Demikian itulah sunnah Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Jika dalam mencium Hajar Aswad sangat menyusahkan sebagaimana disebutkan penanya, di mana seseorang harus mendorong istrinya, sedangkan istrinya itu sedang hamil atau berusia lanjut atau wanita yang tidak kuat. Maka semua itu termasuk kemungkaran yang harus ditinggalkan karena mendatangkan mudharat kepada wanita dan berdesak-desakan dengan laki-laki. Semua itu berkisar antara haram atau makruh. Maka seharusnya seseorang tidak melakukan demikian itu selama ada keleluasaan dengan melakukan cara lain. Maka permudahlan untuk dirimu, karena Allah tidak mempererat kepada hamba-hamba-Nya.

THAWAF DI LANTAI ATAS MASJIDIL HARAM

Oleh
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta

Pertanyaan
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : Saya menunaikan haji pada tahun 1400H. Dan ketika saya kembali pada hari kedua dari hari thasyriq setelah matahari condong ke barat saya langsung thawaf wada’, kemudian saya pergi itu dari perkemahan yang terletak di akhir Mina ke tempat melontar adalah dengan jalan kaki. Maka ketika kami sampai di Masjidil Haram, kami dapatkan masjid telah penuh sesak dengan manusia dan orang-orang yang thawaf sampai ke serambi masjid, dan waktu itu adalah dzuhur sedangkan kami dalam keadaan letih karena berjalan, maka kawan saya berkata, mari kita thawaf di lantai atas untuk menghindari berdesak-desakan dan terik matahari. Setelah thawaf kami pulang. Maka ketika kami pergi haji pada tahun ini saya bertanya kepada sebagian Syaikh di Idarat al-Buhuts al-Ilmiyah wal Ifta wa Da’wah wal Irsyad (Lembaga Kajian Ilmiah, Fatwa, Da’wah dan Bimbingan) di Mina, maka diantara mereka mengatakan, bahwa karena padatnya manusia dalam thawaf di bawah teras maka tidak mengapa bila mereka thawaf di lantai atas. Tapi di antara mereka ada yang mengatakan tidak boleh karena tingkat atas lebih tinggi dari Ka’bah. Bagaimana penjelasan dalam hal ini ?

Jawaban
Jika kondisinya sebagaimana disebutkan, maka tiada dosa atas kamu, dan thawaf kamu shahih.

NIAT THAWAF ORANG YANG MEMBAWA DAN DIGENDONG

Oleh
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta

Pertanyaan
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : Jika orang yang sa’i atau thawaf membawa anak kecil atau membawa orang sakit, apakah sa’i atau thawaf cukup bagi masing-masing orang yang membawa dan orang yang dibawa, ataukah tidak ?

Jawaban
Cukup mewakili keduanya dengan niat orang yang membawa dan orang yang dibawa yang telah berakal, menurut salah satu dari dua pendapat ulama.

[Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Saudi Arabia, Penyusun Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi’i, hal. 148-153, Penerjemah H.Asmuni Solihan Zamaksyari Lc]


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/1302-mencium-hajar-aswad-ketika-berdesak-desakan.html